Di tengah tumpukan sampah dan bau kali yang menyengat, para murid fokus mendengarkan sang guru mengajarkan Matematika di Rumah Belajar Kapuk.
Siang itu, Novi yang masih berusia lima tahun berangkat bersama sang ibu, Khusnul. Raut muka bahagia terpancar dari wajah Novi. Pasalnya, ia akan belajar Matematika.
Novi masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Ada sekitar 10 murid yang belajar di lokasi tersebut. Sang guru yang disapa kak Kris mulai menulis di papan tulis. Ia pun mulai membuka buku serta menulis soal yang diberikan sang guru.
Terkadang, ia sulit memahami pelajaran tersebut. Namun, kak Kris, salah satu guru Rumah Belajar Kapuk akan mendatanginya jika Novi mengalami kesulitan menghitung. “Coba ini enam ditambah tiga berapa? Coba hitung lagi yang benar ya,” kata kak Kris dengan sabar.
Bahkan, teman-temannya juga ikut membantu Novi dalam berhitung. “Bukan begitu Novi, Begini cara hitungnya,” kata salah satu temannya. “Iya, bagaimana caranya,” balas Novi.
Ada pula Megita (8) yang tak sabar agar sang guru segera mengoreksi jawaban di bukunya. “Kak Kris, kak Kris tolong ini bagaimana benar enggak?,” kata Megita. “Sabar ya sabar. Tunggu sebentar,” jawab kak Kris yang memang sedang sibuk mengajar salah satu murid di depannya.
Kak Kris mengakui masih banyak anak-anak yang belum dapat menghitung. Namun, ia sabar mengajarkan Matematika kepada anak-anak yang masih duduk dibangku TK dan SD itu. “Kami selain mengajar les Matematika juga Bahasa. Ada sekitar enam pengajar di RBK. Cuma hari ini kita memang jadwal untuk les Matematika,” katanya.
Setelah jam belajar selesai, murid-murid tersebut mendapatkan makanan bergizi. Namun, sejak wabah Covid-19, murid-murid itu diharuskan makan dirumah masing-masing.
Memang, selama proses belajar mengajar, para murid diharuskan menggunakan masker dan mencuci tangan saat masuk ruang kelas. Selain itu, murid-murid juga diharuskan membawa tempat makanan sendiri. “Ya, disuruh bawah tempat makanan sendiri. Makanannya dari sin. Nanti kami tempatkan ke tempat makan mereka. Dan hanya boleh makan dirumah mereka. Enggak boleh disini,”
RBK telah berdiri sejak 2018, sebagian besar masyarakat yang berada di lokasi tersebut bekerja sebagai buruh pabrik, tukang bangunan dan pekerja serabutan. Biasanya, ada beberapa orang tua yang mengantar sang anak ke RBK.
“Ya, ada juga yang orang tuanya yang pengangguran. Ada juga anak-anak yang tidak sekolah tapi belajar disini,” ujarnya.
Ibu Khusnul sendiri mengaku bahwa sang suami bekerja sebagai buruh pabrik. Ia sering mengantarkan putri semata wayangnya ke rumah belajar tersebut. “Ya, saya harap anak saya biar pintar. Dia memang belum SD. Saya juga baru masukin anak saya bulan-bulan kemarin,” terangnya.